Artikel ini membahas tren terbaru kejahatan perbankan digital global pada 2024–2025, termasuk peningkatan penipuan online, penggunaan malware infostealer, skema investasi ilegal, serta upaya penanggulangan oleh otoritas internasional seperti Interpol dan Europol. Dilengkapi dengan data statistik dan contoh kasus terkini.
Kejahatan Perbankan Digital Global 2024–2025: Tren, Kasus, dan Upaya Penanggulangan
Seiring dengan pesatnya adopsi perbankan digital, kejahatan perbankan digital global juga mengalami peningkatan signifikan pada tahun 2024–2025. Berbagai skema penipuan online dan serangan siber semakin canggih, menargetkan individu dan institusi keuangan di seluruh dunia. Artikel ini mengulas tren terbaru, contoh kasus, dan upaya penanggulangan yang dilakukan oleh otoritas internasional.
Tren Utama Kejahatan Perbankan Digital Global
1. Peningkatan Penipuan Online dan Skema Investasi Ilegal
Pada tahun 2024, data dari Federal Trade Commission (FTC) menunjukkan bahwa konsumen melaporkan kerugian lebih dari $12,5 miliar akibat penipuan, meningkat 25% dibandingkan tahun sebelumnya. Skema investasi palsu menjadi penyebab utama dengan kerugian mencapai $5,7 miliar. Selain itu, penipuan melalui transfer bank dan cryptocurrency juga mengalami lonjakan signifikan Federal Trade Commission.
2. Penyalahgunaan Malware Infostealer
Malware seperti Lumma Infostealer, yang dikendalikan dari Rusia, telah digunakan untuk mencuri data sensitif seperti kata sandi, informasi perbankan, dan detail dompet cryptocurrency. Pada Mei 2025, operasi internasional berhasil menanggulangi malware ini, namun ancaman dari infostealer tetap tinggi karena kemampuannya dalam menyusup ke sistem dan mencuri data secara massal WIRED.
3. Penipuan Melalui Aplikasi Palsu dan Phishing
Penipuan melalui aplikasi palsu dan situs web phishing terus berkembang. Misalnya, Europol telah memperingatkan tentang peningkatan ancaman kejahatan yang didorong oleh AI, di mana sindikat kejahatan terorganisir memanfaatkan teknologi canggih untuk meningkatkan operasi global mereka, termasuk pembuatan pesan multibahasa dan peniruan identitas yang realistis Reuters.
Contoh Kasus Global
1. Operasi Serengeti di Afrika
Interpol, bekerja sama dengan Afripol, melaksanakan Operasi Serengeti di 19 negara Afrika, yang menghasilkan 1.006 penangkapan dan mengidentifikasi 35.000 korban dengan kerugian finansial mendekati $193 juta. Kejahatan yang ditangani termasuk ransomware, penipuan email bisnis, pemerasan digital, dan penipuan online AP News.
2. Operasi First Light 2024
Operasi First Light 2024, yang melibatkan 61 negara, berhasil menanggulangi berbagai penipuan online seperti phishing, skema investasi palsu, dan situs belanja palsu. Operasi ini mengidentifikasi lebih dari 14.000 tersangka dan menyita dana sebesar $257 juta Wikipedia.
Upaya Penanggulangan oleh Otoritas Internasional
1. Regulasi dan Pengawasan oleh Uni Eropa
Uni Eropa melalui Digital Services Act (DSA) meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan teknologi besar seperti Apple, Google, dan Microsoft terkait peran mereka dalam memfasilitasi penipuan keuangan online. Regulasi ini bertujuan untuk menilai efektivitas perusahaan dalam mengatasi konten penipuan, termasuk aplikasi palsu dan daftar palsu, dengan potensi denda hingga 6% dari pendapatan global mereka Financial Times.
2. Peningkatan Keamanan Siber di Sektor Keuangan
Laporan dari International Monetary Fund (IMF) menunjukkan bahwa sektor keuangan sangat rentan terhadap risiko siber, dengan hampir 20% dari semua insiden siber mempengaruhi lembaga keuangan. Meskipun insiden siber belum bersifat sistemik, kejadian yang parah di institusi keuangan besar dapat menimbulkan kerugian ekstrem yang dapat mencapai $2,5 miliar atau lebih IMF.
Kesimpulan
Kejahatan perbankan digital global terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Penipuan online, malware infostealer, dan skema investasi palsu menjadi ancaman utama yang menargetkan individu dan institusi keuangan. Upaya penanggulangan oleh otoritas internasional melalui regulasi, peningkatan keamanan siber, dan operasi penegakan hukum menunjukkan komitmen global dalam memerangi kejahatan ini. Namun, tantangan tetap ada, dan kolaborasi antara sektor publik dan swasta sangat penting untuk menciptakan ekosistem digital yang aman dan terpercaya.
Tren dan Ancaman Baru Kejahatan Perbankan Digital 2024–2025
Selain malware dan phishing, tren terbaru menunjukkan peningkatan penggunaan Deepfake dan AI dalam penipuan finansial. Pelaku menggunakan teknologi ini untuk meniru suara eksekutif bank atau pejabat perusahaan, sehingga korban percaya untuk melakukan transfer dana dalam jumlah besar. Metode ini dikenal dengan istilah “CEO Fraud” atau “Business Email Compromise (BEC) AI-enhanced” dan mulai dilaporkan di Amerika Utara, Eropa, dan Asia Tenggara.
Selain itu, serangan terhadap cryptocurrency exchanges meningkat drastis. Hacker memanfaatkan celah keamanan smart contract dan dompet digital untuk mencuri aset crypto. Laporan Chainalysis menunjukkan bahwa pada 2024, lebih dari $3 miliar cryptocurrency dicuri dalam serangan global.
Upaya mitigasi pun berkembang dengan cepat. Banyak bank dan lembaga keuangan global mulai menerapkan autentikasi multi-faktor berbasis biometrik, enkripsi end-to-end, dan pemantauan transaksi berbasis AI secara real-time. Beberapa institusi juga berkolaborasi dengan white-hat hacker untuk menguji sistem keamanan dan mengidentifikasi celah sebelum dimanfaatkan pihak jahat.
Selain teknologi, edukasi konsumen juga menjadi kunci. Program literasi digital dan keamanan finansial diperluas untuk meningkatkan kesadaran nasabah terhadap phishing, scam, dan penipuan digital lainnya. Kombinasi teknologi canggih, regulasi ketat, dan partisipasi masyarakat diharapkan dapat menekan risiko kejahatan perbankan digital global secara signifikan pada 2025 dan seterusnya.